PENERAPAN TEORI USHUL FIQIH DALAM
AL-QUR’AN SURAT AL-MAIDAH AYAT 6
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan
siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki,
dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan
atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu
tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih);
sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.
Berikut
ini akan penulis jelaskan lafazh-lafazh dalam ayat tersebut menurut ilmu ushul
fiqih, ditinjau dari aspek amar dan nahi, ‘am dan khas, muthlaq dan muqayyad,
nash dan mubham, mujmal dan mubayyan, zhahir dan muawwal, hakikat dan maz, Hal
tersebut dilakukan untuk mendapat sebuah pengetahuan dalam penelitian yang
sederhana dalam mengpraktekkan teori ushul fiqih dan mengaplikasikannya dalam
nash.
Adapun
sistematika pembahasannya ditempuh dengan cara penguraian satu persatu kalimat
yang tercantum dalam ayat, kemudian kaitannya dengan kalimat sesudahnya. Cara ini
ditempuh agar mendapat kemudahan bagi penulis dalam menguraikannya dan
membiasakan penggunaan sistematika yang teratur.
يَأَيُّها. Secara
rinci, “Ya” merupakan huruf “nida`” dibuat atau dicetuskan untuk menyeru atau
memanggil sesuatu yang hidup dan dekat dalam jangkauan. Kemudian “Ayyu”
meruapakan isem Istifham, yang dibuat untuk digunakan pada sesuatu yang umum
dan banyak. Sedangkan “Ha” adalah huruf Tanbih, yang berfungsi untuk menghimbau
seseorang. Dari uaraian tersebut dapat dipahami dan diketahui bahwa lafazh “Ya
Ayyuha” dalam ayat di atas adalah lafaz hakikat, yang digunakan pada makna
dasarnya.
الذين. Lafzh ini disebut isim Maushul, yaitu suatu lafazh yang
membutuhkan shilat dan ‘aid. Dalam kajian ushul fiqih, lafazh tersebut termasuk
dalam lafazh yang dibuat untuk mengandung makna yang umum secara rinci (umum
syumuli). Dengan demikian jelas bahwa lafazh “Allazina” adalah lafazh yang umum
syumuli, yang berarti dalam ayat ini semua orang. Ditinjau dari segi penggunaan
atau pemakaian, lafazh tersebut adalah lafzh majaz, karena yang dimaksud di
sini laki-laki dan perempuan. Sedangkan makna dasarnya digunakan untuk
laki-laki. Makna lafazh tersebut dalam ayat ini mengalami perluasan.
ءامنوا. Lafazh ini disebut fi’il madhi. Telah diutarakan dalam ilmu
ushul fiqih bahwasanya tidak terjadi umum pada perbuatan (fi’il), dan pula
lafzh fi’I tidak termasuk dalam katagori lafazh-lafazh ‘am. Ditinjau dari segi
penggunaan atau pemakaian, lafazh adalah lafzh hakikat, karena masih digunakan
pada dasarnya, yaitu orang yang beriman. Kemudian ditinjau dari segi dalalah
makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau
lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain.
Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.
اذا. Huruf syarat dan perlu kepada jawabbnya, dugunakan pada makna
hakikat, yaitu waktu yang mubham.
قمتم. Fi’il madhi, dilihat dari satu sisi fi’il madhi tidak termasuk
dalam lafazh ‘am, karena ‘umum tidak terjadi pada fi’il. Lafazh fi’il
(perbuatan) masuk dalam lafazh khas.Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna
secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh
yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau
dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.
إلى. Huruf jarrah, dugunakan pada makna hakikat, yaitu sampai atau
hingga (intiha`).
الصلاة. Dilihat dari masuknya alif dan lam ma’rifah pada isim mufrad,
maka lafazh ini adalah ‘am. ‘Am berarti menunjukkan makna semua. Lafazh
“As-Shalah” di sini dipahami kepada semua shalat, karena tidak ada indicator
(qarinah) yang menunjukkan kepada makna khas. Ditinjau dari segi penggunan,
lafzah “As-Shalah” adalah hakikat menurut syara’ (fuqaha`), yang bermakna
“perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ihram dan disudahi
dengan salam. Majaz menurut lughawi, karena lafazh “As-Shalah” pada dasarnya
digunakan pada makna doa secara mutlak. Dari segi yang lain lafazh tersebut
merupakan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan susutau kaitpun. Kemudian
ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas dan zhahir maksud, lafazh
tersebut termasuk dalam zhahir, karena ada kemungkinan kepada makna yang lain,
yaitu doa. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.
فاغسلوا.Fa jatuh pada jawab “iza” huruf syarat sebelumnya. “Ighsilu”
lafazh amar yang menunjukkan kepada wajib membasuh. Alasan amar di sini
dipahami wajib, karena tidak ada indikator atau qarinah yang memalingkan kepada
sunat atau ibahah. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas,
lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan
kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna
yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.
وجوهكم. “Wujuhakum” lafazh jamak (flular) yang diidhafahkan kepada
dhamir, menunjukkan kepada umum. Umum yang dimaksud di sini adalah umum
syumuli, bermakna semua wajah dari masing-msing kamu.Ditinjau dari aspek
penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna
dasarnya, yaitu wajah.Dari segi yang lain lafazh tersebut merupakan lafazh
mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan susutau kaitpun.Kemudian ditinjau dari
segi dalalah makna secara jelas dan zhahir maksud, lafazh tersebut termasuk
dalam zhahir, karena ada kemungkinan kepada makna yang lain, yaitu zat.
Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq
.
. وايديكم. “Waw” huruf ‘atha. “Aidiyakum”
lafazh jamak yang diidhafahkan kepada dhamir, menunjukkan kepada umum. Umum
yang dimaksud di sini adalah umum syumuli, bermakna semua tangan dari
masing-msing kamu.Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah
hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu tangan. Dari segi yang
lain lafazh tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan
susutau kaitpun. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas dan
zhahir maksud, lafazh tersebut termasuk dalam zhahir, karena ada kemungkinan
kepada makna yang lain, yaitu kekuasaan. Ditinjau dari segi makna yang
tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.
الى المرافق.Lafazh jamak yang masuk alif dan
lam, menunjukkan kepada umum. Umum yang dimaksud di sini adalah umum syumuli,
bermakna semua siku dari masing-msing kamu. Ditinjau dari aspek penggunaan,
lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu
siku. Dari segi yang lain lafazh tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak
dikaitkan dengan susutau kaitpun. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara
jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan
kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna
yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.
1وامسحوا. “Waw” huruf ‘athaf. “Imsahu” lafazh
amar yang menunjukkan kepada wajib menyapu kepala dalam berwudhuk. Alasan amar
di sini dipahami wajib, karena tidak ada indikator atau qarinah yang
memalingkan kepada sunat atau ibahah. Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh
tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu sapu.
Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut
termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang
jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang
tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.
برءوسكم. Lafazh jamak yang diidhafahkan
kepada dhamir, menunjukkan kepada umum. Umum yang dimaksud di sini adalah umum
syumuli, bermakna kepala tiap-tiap dari masing-msing kamu. Dari segi yang lain
lafazh tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan susutau
kaitpun. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh
tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada
yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang
tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.
. وارجلكم.“Wau” huruf ‘athaf. “Arjulakum”
lafazh jamak yang diidhafahkan kepada dhamir, menunjukkan kepada umum. Umum
yang dimaksud di sini adalah umum syumuli, bermakna semua kaki-kaki dari
tiap-tiap masing-msing kamu. Dari segi yang lain lafazh tersebut merupakan
lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan susutau kaitpun. Kemudian ditinjau
dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh
nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki
makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut
mantuq.
الكعبين. Lafazh tatsniyah yang
menunjukkan kepada dua mata kaki. Lafazh adalah khas, karena maknya terbatas.
Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena
digunakan pada makna dasarnya, yaitu mata kaki. Dari segi yang lain lafazh
tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan susutau
kaitpun. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh
tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada
yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang
tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.
1وان كنتم جنبا“Waw” huruf istiknaf. “In” Huruf
syarat, yang perlu kepada jawabnya “Kuntum” fi’il madhi tidak termasuk dalam
lafazh ‘am, karena ‘umum tidak terjadi pada fi’il. Lafazh fi’il (perbuatan)
masuk dalam lafazh khas. Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah
hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu keadaan. “Junuban” isim
fa’il nakirah, menjukkan kepada umum badali. Umum badali berbeda dengan umum
syumuli. Umum badali menjukkan kepada yang farad atau seseutu tidak banyak,
namun umumnya dari segi tidak ditentukan siapa dan apa. Di sini lafazh tersebut
menunjukkan orang-orang berjanabah atau berhadas besar, baik satu, dua atau
lebih. Bukan semua yang berhadas besar. Dari segi yang lain, lafazh “Junuban”
merupkan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan sesuatu sifat.Kemudian
ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam
lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak
memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh
tersebut mantuq.
. فاطهروا. “Fa” huruf jawab syarat (iza). “Iththahharu”
fi’il amar yang menunjukkan kepada wajib bersuci. Alasan amar di sini dipahami
wajib, karena tidak ada indikator atau qarinah yang memalingkan kepada sunat
atau ibahah.Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat,
karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu bersuci.Kemudian ditinjau dari segi
dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau
lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain.
Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.
1 وان كنتم مرضى “Waw” huruf istiknaf. “In” Huruf
syarat, yang perlu kepada jawabnya “Kuntum” fi’il madhi tidak termasuk dalam
lafazh ‘am, karena ‘umum tidak terjadi pada fi’il. Lafazh fi’il (perbuatan)
masuk dalam lafazh khas. Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah
hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu keadaan. “Mardha” lafazh jamak
dari maridhun, menjukkan kepada umum badali. Umum badali berbeda dengan umum
syumuli. Umum badali menjukkan kepada farad atau seseutu tidak banyak, namun
umumnya dari segi tidak ditentukan siapa dan apa. Di sini lafazh tersebut
menunjukkan orang-orang sakit, baik satu, dua atau lebih. Bukan semua orang
yang sakit. Dari segi yang lain lafazh
tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan susutau
kaitpun. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh
tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada
yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang
tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.
. او على سفر“Aw” Huruf ‘athaf. “’Ala” huruf
jarrah, digunakan pada makna “fi”, yang berarti dalam. Dengan demikian, lafazh
“’Ala” di sini adalah majaz isti’arah yang ‘alaqahnya adalah mutlak irtibath
atau sama-sama punya hubungan dan keterkaitan. Sedangkan qarinahnya adalah keadaan
mustahil (istihalah), yaitu musthil seseorang berada atas perjalanan. “Safarin”
isim nakirah menjukkan kepada makna yang khsusus atau sebagain. Dari segi yang
lain lafazh tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan
susutau kaitpun. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh
tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada
yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang
tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.
. او جاء احد منكم “Aw” Huruf ‘athaf. “Ja-a” fi’il
madhi, tidak termasuk dalam lafazh ‘am, karena ‘umum tidak terjadi pada fi’il.
Lafazh fi’il (perbuatan) masuk dalam lafazh khas. Ditinjau dari aspek
penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna
dasarnya, yaitu datang.Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas,
lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan
kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna
yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq. “Ahadun” isim nakirah menjukkan
kepada umum badali. Umum badali berbeda dengan umum syumuli. Umum badali
menjukkan kepada farad atau seseutu yang tidak banyak, namun umumnya dari segi
tidak ditentukan siapa orangnya. Di sini lafazh tersebut menunjukkan seseorang,
bukan semua orang.
من الغائط “Min”
huruf jarrah, digunakan pada makna hakikat, yaitu mulai (ibtidak). “Al-Ghaith”
lafazh majaz, yang bermakna tempat buang air besar atau WC. Pada dasarnya
lafazh tersebut dibuat untuk makna sesuatu kotoran yang keluar dari kemaluan
belakang atau pantat.Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas dan
zhahir maksud, lafazh tersebut termasuk dalam zhahir, karena ada kemungkinan
kepada makna yang lain, yaitu zat. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka
lafazh tersebut mantuq.
او لامستم النسا ء“Aw” Huruf ‘athaf. “Lamastum”
fi’il madhi, tidak termasuk dalam lafazh ‘am, karena ‘umum tidak terjadi pada
fi’il. Lafazh fi’il (perbuatan) masuk dalam lafazh khas. Ditinjau dari aspek
penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna
dasarnya, yaitu bersentuhan.Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara
jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang
menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari
segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq. “An-Nisa`” lafazh jamak
yang masuk alif dan lam, berfaidah umum syumuli. Ditinjau dari aspek
penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna
dasarnya, yaitu perempuan yang baligh. Dilihat dari segi masuknya
alif dan lam ma’rifah pada isim mufrad, maka lafazh ini adalah ‘am. ‘Am berarti
menunjukkan makna semua. Lafazh “Al-Ghaith” di sini dipahami kepada semua
tempat buang air besar, karena tidak ada indicator (qarinah) yang menunjukkan
kepada makna sebagian.
فلم تجدوا ماء“Fa” huruf ‘athaf. “Lam” huruf
jazam. “Tajidu” fi’il mudhari’, tidak termasuk dalam lafazh ‘am, karena ‘umum
tidak terjadi pada fi’il. Lafazh fi’il (perbuatan) masuk dalam lafazh
khas.Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena
digunakan pada makna dasarnya, yaitu mendapatkan.Kemudian ditinjau dari segi
dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu
sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang
lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq. “Maan”
isim nakirah menunjukkan kepada umum badali. Umum badali berbeda dengan umum
syumuli. Umum badali di sini menjukkan kepada suatu jenis air mutlaq, namun
umumnya dari segi tidak ditentukan jenis air mutlaknya. Ditinjau dari aspek
penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna
dasarnya, yaitu air. Selain itu lafazh “Maan” tersebut merupakan lafazh mutlaq,
karena tidak disebutkan kaitnya. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna
secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh
yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau
dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.
2 فتيمموا صعيدا طيبا“Fa”
jawab syarat (in). “Tayammamu” fi’il mudhari’, tidak termasuk dalam lafazh ‘am,
karena ‘umum tidak terjadi pada fi’il. Lafazh fi’il (perbuatan) masuk dalam
lafazh khas.Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat,
karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu bertayammum.Kemudian ditinjau dari
segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash,
yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna
yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.
“Sha’idan” lafazh isim nakirah bermakna khusus, dan ia juga lafazh muqayyad,
yang dikaitkan dengan lafazh “Thayyiban”. Lafazh “Thayyiban” isim nakirah yang
mengandung makna khsus. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas,
lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan
kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna
yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.
فامسحوا. “Fa”
huruf ‘athaf. “Imsahu” lafazh amar yang menunjukkan kepada wajib menyapu kepala
dalam berwudhuk. Alasan amar di sini dipahami wajib, karena tidak ada indicator
atau qarinah yang memalingkan kepada sunat atau ibahah. Ditinjau dari aspek
penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna
dasarnya, yaitu siku.Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas,
lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan
kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna
yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.
بوجوهكم. “Bi”
huruf jarrah.“Wujuhikum” lafazh jamak (flular) yang diidhafahkan kepada dhamir,
menunjukkan kepada umum. Umum yang dimaksud di sini adalah umum syumuli,
bermakna semua wajah dari masing-msing kamu.Ditinjau dari aspek penggunaan,
lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu wajah.
Dari segi yang lain lafazh tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak
dikaitkan dengan susutau kaitpun.Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna
secara jelas dan zhahir maksud, lafazh tersebut termasuk dalam zhahir, karena
ada kemungkinan kepada makna yang lain, yaitu zat. Ditinjau dari segi makna
yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.
. وايديكم. “Waw” huruf ‘athaf. “Aidiyaku” lafazh jamak
yang diidhafahkan kepada dhamir, menunjukkan kepada umum. Umum yang dimaksud di
sini adalah umum syumuli, bermakna semua tangan dari masing-msing kamu.Ditinjau
dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada
makna dasarnya, yaitu tangan.Dari segi yang lain lafazh tersebut merupakan
lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan susutau kaitpun.Kemudian ditinjau
dari segi dalalah makna secara jelas dan zhahir maksud, lafazh tersebut termasuk
dalam zhahir, karena ada kemungkinan kepada makna yang lain, yaitu kekuasaan.
Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.
Dari
uraian di atas tentang pemakaian lafazh dalam surat al-Maidah ayat 6 menurut
kajian ushul fiqih dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Jumlah
amar lafazh adalah 5.
b. Lafazh
nahi tidak ada.
c. Jumlah lafazh
‘am adalah 8.
d. Jumlah
lafazh khas adalah 20.
e. Jumlah
lafazh mutlaq adalah 12.
f. Jumlh
lafazh muqayyad adalah 1.
g. Tidak
ada lafazh mujmal dalam ayat di atas.
h. Jumlah
lafazh nash adalah 20.
i.
Jumlah
lafazh zhahir adalah 6.
j.
Jumlah
mantuq adalah 27.
Sebenarnya
belumlah selesai terori ushul yang dapat diterapkan dalam ayat tersebut, masih
banyak aspek lain yang bisa dilihat, dan sangat tergantung kepada siapa yang
menelitinya dan memandangnya. Sebab suatu lafazh yang dipandang majaz misalnya
oleh seseorang kadang-kadang orang lainmemandang hal itu sebaliknya, begitu pula
dengan permasahalan lainnya. Maka oleh karena demikian, penulis merasa belum
sempurna kajian dan penelitian yang penulis lakukan mengenai hal ini.Oleh sebab
itu, segala kekurangan dan kejanggalan dalam penelitian dan pembahasan ini atas
keterbatasan ilmu dan wawasan yang penulis miliki, kiranya dapat
dimakmuli.Terakhir, penulis sangat mengharapkan kemaafan dari pihak Bapak, atas
kesalahan yang terjadi dalam penulisan ini.
Ditulis Oleh :Tgk. Ismail M. Husen {RIAS AM RTA BANDA ACEH)